Suatu hari ada seorang anak lelaki bernama Samsul. Ia adalah seorang anak lelaki pelajar SMA. Seperti biasa setiap pagi hari, Ia selalu bersiap bangun lebih awal untuk bersiap berangkat ke sekolah. Jarang sekali Ia bangun telat. Ia selalu bangun jika adzan subuh berkumandang dari masjid yang berada di sebelah rumahnya. Namun, akhir-akhir ini Samsul sering bangun telat karena tidak pernah mendengar adzan subuh yang biasa didengarnya. “Apa tak ada lagi orang yang mau adzan subuh di masjid sampai aku tak mendengarnya?” tanyanya dalam hati. Kemudian Ia pun langsung segera bangun dan segera ambil air wudhu, kemudian salat subuh, meskipun kesiangan.
Saat Samsul keluar dari kamarnya ia berpapasan dengan Laila, adiknya. “De, apa dah ga ada lagi yah yang adzan subuh di masjid??” Tanya Samsul kepada adiknya Laila. “Eh, sapa bilang, Bang?!” Laila sedikit kaget. “Masa Bang Samsul ga dengar suara adzan dari pengeras suara sekencang itu sih!!” Jamal jadi kebingungan.
Dalam beberapa hari ini ia tidak pernah mendengar suara adzan subuh, sehingga ia sering telat bangun. Padahal biasanya ia selalu kaget dan terbangun oleh suara azan tersebut. Bahkan ia juga selalu uring-uringan sebab mesin pengeras suara adzan tersebut baginya terlalu keras sehingga dapat menggangunya saat Ia asyik tidur. Dengan alasan itulah tempo hari Samsul mengajukan protes kepada pengurus masjid agar mesin pengeras suaranya agak dipelankan. Soalnya suaranya yang terlalu keras atau bising tersebut sangat mengaggu. Yah, meskipun masyarakat di sekitar mesjid itu beragama Islam, tetapi tidak lantas semuanya harus ikut terbangun untuk salat subuh di masjid. Pasti ada diantara mereka yang lelah dan membutuhkan waktu tidur lebih banyak. Jadi apa salahnya kalau mesin pengeras suara itu sedikit dipelankan.
Sejenak terjadi pedebatan sengit antara Samsul dan pengurus masjid. Namun, pengurus masjid tidak bisa menerima alasan yang dikemukakan Samsul tersebut. Bahkan ia menolak jika pengeras suaranya di pelankan. “Beribadah itu mestinya tidak menggangu atau malah merugikan orang lain kan??” begitu Samsul memaksakan keinginannya. Dan akhirnya diambilah jalan kompromi dengan cara mesin suara itu sedikit dipelankan hanya saat adzan subuh saja.
Setelah kejadian itu, Samsul sering bangun kesiangan. Bahkan adzan subuh pun tak lagi ia dengar. “Apa suara adzannya terlalu pelan atau karena gua yang terlalu lelap tidur kali ye??” pikir Samsul bimbang. Namun, entah kenapa hal itu berlangsung pada hari-hari berikutnya. Padahal Samsul sudah berusaha untuk tidur lebih awal agar dapat mendengar adzan dan tidak bangun telat. Tapi, suara adzan itu tetap saja tidak ia dengar. “Aneh! Mengapa bisa begitu ya??” Samsul jadi bingung pada dirinya sendiri. Dan akhirnya jadi terbiasalah Samsul dengan kadaaan seperti ini. Ia jadi terbiasa bangun kesiangan dan salat subuh sendirian.
“Bang Samsul semakin besar itu mestinya semakin tahu kewajiban dan tangung jawab. Tapi koq bang Samsul malah semakin seenaknya sendiri sih!!” Laila mulai sering mengecam sikap abangnya itu. Tetapi sindiran dari adiknya itu tidak pernah diperhatikan oleh Samsul.
Seminggu kemudian kejadian aneh itu kembali menimpa Samsul. Bahkan lebih parah. Ia bukan hanya tak bisa mendengar adzan subuh saja, namun sekarang ia tidak bisa mendengar suara adzan zuhur dan asar. Semula ia beralasan jika ia tidak bisa mendengar suara adzan zuhur karena aktivitasnya yang cukup banyak di sekolah sehingga ia tidak mendengarnya. Dan ia juga tidak bisa mendengar adzan asar karena keasyikan bermain catur atau bermain playsatation dengan temannya.
Namun seminggu berikutnya, ia pun tidak bisa mendengar suara adzan maghrib. Dan pada akhirnya saat hari ulang tahunnya yang ketujuh belas, ia tidak bisa mendengar semua suara adzan. Ini sungguh kejadian yang sangat aneh dan sangat langka terjadi.
Pada awalnya Samsul tidak begitu peduli dengan keadannya tersebut. Karena segala aktivitasnya tidak lagi tergangu. Baginya, salat itu tidak harus tepat waktu. Dan yang penting tetap harus salat lima waktu. Tetapi, setelah ia sadar dengan pendengarannya yang aneh itu. Ia mulai ketakutan dengan apa yang dialaminya itu. Bagaimana tidak? Ia bisa mendengar dengan baik suara-suara yang ada disekitarnya. Dari suara orang berbicara, kelakson mobil, hingga suara angin yang berhembus pun masih bisa ia dengar dengan baik dan jelas. Tapi kenapa suara adzan saja yang tidak bisa ia dengar?!
Ketika waktu zuhur tiba, Samsul langsung berlari ke masjid untuk mengetes pendengarannya. Disana ia melihat seorang muazin sedang mengumandangkan azan. Tapi telinganya tidak dapat mendengar suara adzan tersebut. Ia hanya melihat melihat gerakan bibir sang muazin tanpa bisa mendengar suara adzannya. Kenapa jadi gini yah?? tanya hati Samsul penuh keheranan.
Ia mulai mencoba menceritakan keanehan yang ia rasakan ini kepada temannya. Namun bukannya ia mendapat solusi dari temannya, tapi ia malah mendapat ejekan dan sindiran yang tidak henti-hentinya. Karena ia sudah tak kuat menahan derita batin yang ia alami. Akhirnya Ia terpaksa menceritakan hal ini kepada orangtuanya.
“Masa?? Hanya suara azan saja yang tak bisa kamu dengar??” tanya Ibu sangat tidak percaya.
“Iya, Bu. Hanya suara azan aja. Suwer deh” jawab Samsul meyakinkan orangtuanya.
“Bagaimana itu bisa terjadi, Pak?” tanya Ibu pada Ayah.
“Ini penyakit yang aneh,” komentar Ayah singkat. “Coba nanti sore kita pergi ke dokter THT. Barangkali di telinga kamu ada yang harus di obati tuh!”
Sore harinya sesampainya di RS Firdaus untuk memeriksa telinga Samsul pada Dokter THT yang ada disana. Dokter tersebut langsung memeriksanya. Namun, menurut Dokter tidak ada ganguan atau penyakit yang dialami telinga Samsul. Karena Samsul masih penasaran, ia pun menceritakan keluhan yang ia alami dengan telinganya tersebut. Sang Dokter memberikan usulan untuk memeriksakannya ke psikiater yang kebetulan masih teman dari Dokter THT tersebut. “Sebentar, saya buatkan surat pengantarnya,” kemudian Pak Dokter membuat surat pengantar untuk Samsul.
Keesokan harinya Samsul pun langsung berangkat pergi ke Dokter psikiater. Dihadapannya seorang psikiater, Samsul pun menceritakan kronologi kejadian mengapa ia tidak bisa mendengar suara adzan.
Dokter pskiater itu tersenyum mendengar cerita Samsul tersebut. Sambil mendengar penjelasan cerita dari Samsul. Dokter itu melirik arloji di tangannya. “Sebentar lagi waktu zuhur tiba. Yo kita ke masjid dulu kita salat berjamaah disana.”
Samsul pun menuruti ajakan Dokter pskiater itu. Tak lama menunggu di dalam masjid, seorang muazin segera mengumandangkan adzan dengan pengeras suara. Dan di sela-sela adzan itu psikiater bertanya pada Samsul.“Apakah kamu mendengar suara adzan itu?”.
“Tidak Dok!!” jawab Samsul kelu.
Setelah salat berjamaah di masjid tadi. Dokter pun menjelaskan penyakit yang di derita Samsul. Samsul pun mendapat nasehat dari Dokter itu. Samsul pun sadar dan mendapat pelajaran dari apa yang dilakukannya dulu saat ia berdebat dengan pengurus masjid untuk memelankan pengeras suara dari masjid saat adzan subuh yang sering menggangu dirinya saat tidur.
“Jika kamu ingin kembali menerima kesadaranmu, kamu harus berusaha untuk mengubah sikap dan kebiasaan kamu yang negatif. Dan jangan lupa untuk meminta maaf pada orang-orang yang telah kau sakiti, yang kamu lakukan hanya untuk mendapatkan sesuatu hal kecil yang kamu inginkan dan tidak memperhatikan orang lainnya.” Nasehat dokter kepada Samsul.
“Iya Dok, saya siap untuk merubah diri saya untuk menjadi lebih baik lagi. Dan juga saya akan meminta maaf pada orang yang saya sakiti khususnya pada para pengurus mesjid.” janji Samsul pada Dokter psikiater.
Keesokan harinya ia pun memulai menjalankan janjinya untuk merubah sikapnya. Sebelum adzan subuh, Samsul pun pergi ke masjid sebelah rumahnya itu. Sambil menunggu waktu adzan subuh ia menyempatkan diri untuk berdzikir. Dan setelah masuk waktu subuh, ia pun bergegas untuk menjadi muazin. Namun sangat aneh sekali, meskipun ia menjadi muazin, ia pun tidak bisa mendengar suara adzan yang dikumandangkannya tersebut. Walaupun begitu, ia pun terus berusaha tabah dan tetap mengumandangkan adzannya. Para pengurus masjid yang biasanya menjadi muazin di masjid itu sangat kaget melihat Samsul yang menjadi muazin. Mereka sangat heran karena baru pertama kali Samsul mengumandangkan adzan di masjid tersebut. Hal tersebut dilakukan Samsul tiga hari berturut-urut.
Orang-orang yang telah tau masalah yang dihadapi Samsul. Yang dulu menertawakan dan mengejeknya sekarang merasa iba. Dan mereka pun ikhlas mendoakan Samsul serta memberi dorongan semangat. Karena ia menyadari betapa semua orang kini menaruh perhatian kepadanya, suatu malam ia pun melakukan salat tahajud. Sangking khusuknya Samsul pun meneteskan air matanya.
Memang ampunan itu kadang-kadang datangnya memang tak terduga.
Keesokan sorenya, Samsul seperti biasa bermain catur dengan teman-temannya. Saat itu permainan yang ke tiga, setelah sebelumnya Samsul berturut-turut kalah. Dan dalam pertandingan yang menentukan itu Samsul dalam keadaan menang hanya tiga langkah saja lawannya bisa skak mat. Namun, saat ia asyik bermain tiba-tiba mendengar suara adzan meskipun terdengar samar. Tapi, pikiran Samsul pun masih tertuju pada permainan caturnya. Tak lama kemudian suara adzan tersebut semakin lama semakin jelas di dengar oleh Samsul. Tanpa berfikir panjang, Samsul pun menhgentikan permainannya. Dan segera bergegas pergi ke masjid tempat asal adzan itu berkumandang. Ia pun sangat bersyukur karena telah kembali dapat mendengarkan suara adzan yang telah lama di nantinya. Betapa girangnya Samsul ketika itu.
Sesusai salat berjamaah di masjid tadi. Ia pun langsung cepat-cepat kembali kerumah untuk memberikan kabar kepada keluarganya khususnya kepada orangtuanya. “Bapak . . . . Ibu . . . . Laila . . . . Samsul sekarang dah bisa denger adzan lagi!!” teriak Samsul pada Keluarganya.
“Alhamdulillah . . . . .” ucap syukur orangtua Samsul.
Maka sore itu, layaknya sore saat bulan Rhamadhan saja, keluarga Samsul menunggu waktu adzan maghrib yang sangat penting bagi keluarga Samsul dan khususnya Samsul sendiri.
Dan akhirnya Samsul pun bisa mendengar adzan lagi, layaknya orang normal lainnya. Hingga akhirnya Samsul pun menjadi orang yang taat pada agama karena pengalamannya tersebut.
SELESAI